Senin, 11 Maret 2013

1. SHOLAT DENGAN BERDIRI / DUDUK / BERBARING

Apabila seseorang hendak memulai sholat, maka ia berdiri menghadap Kiblat atau kearah Kiblat, sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 238-239 : حَافِظُواْ عَلَى الصَّلَوَاتِ والصَّلاَةِ الْوُسْطَى وَقُومُواْ لِلّهِ قَانِتِينَ ﴿٢٣٨﴾ فَإنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَاناً فَإِذَا أَمِنتُمْ فَاذْكُرُواْ اللّهَ كَمَا عَلَّمَكُم مَّا لَمْ تَكُونُواْ تَعْلَمُونَ ﴿٢٣٩﴾ Artinya: (238) “Peliharalah segala sholat-(mu), dan (peliharalah) sholat wusthoo. Berdirilah karena Allooh (dalam sholatmu) dengan khusyu`. (239) Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka sholatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allooh (sholatlah), sebagaimana Allooh telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” Apabila ia tidak sanggup untuk berdiri akibat suatu udzur (antara lain sakit, dan sebagainya) maka ia dapat sholat dengan duduk ataupun berbaring, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 1117, dari Shohabat ‘Imron bin Hushoin رضي الله عنه, beliau berkata: ” كانت بي بَوَاسير، فسألت رسولَ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فقال : ” صلِّ قائماً ، فإنْ لم تستطعْ ؛ فقاعداً ، فإن لم تستطعْ ؛ فعلى جنبٍ “ Artinya: “Aku menderita wasir, maka aku bertanya pada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, kemudian beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Sholatlah engkau dengan berdiri. Jika kamu tidak mampu maka duduklah. Dan jika kamu tidak mampu maka berbaringlah.”

2. MENGHADAP KIBLAT

Jika seorang Muslim berada di kawasan atau belahan dunia dimana dia tidak memungkinkan untuk melihat Ka’bah, maka hendaknya dia mengetahui persis arah Kiblat, dimana dia harus mengarahkan sholatnya kearah Kiblat tersebut, sebagaimana dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 115 berikut ini: وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ Artinya: “Dan kepunyaan Allooh-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allooh. Sesungguhnya Allooh Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.” Ayat ini ditafsirkan oleh Imaam Mujaahid رحمه الله, beliau berkata, “Dimanapun kalian berada, hadapkanlah wajah kalian pada Kiblat Allooh سبحانه وتعالى. Karena kalian memiliki Kiblat yang kalian berkiblat padanya, yaitu Ka’bah.” (Tafsir Imaam Ibnu Katsir Jilid I halaman 391) Akan tetapi jika seorang Muslim sedang berada dihadapan Ka’bah, maka dia wajib menghadapkan tubuh dan wajahnya ke Ka’bah, sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 144 berikut ini: قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوِهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ وَمَا اللّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ ﴿١٤٤﴾ Artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Robb-nya; dan Allooh sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” Juga sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 6251 dan Imaam Muslim no: 397, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ Artinya: “Jika kamu berdiri sholat, maka sempurnakanlah wudhu kemudian menghadaplah ke Kiblat, kemudian bertakbirlah.”

3. TAKBIIROTUL IHROM

3.1. Membarengkan niat sholat dalam hati bersamaan (berdekatan dengan) gerakan Takbirotul Ihrom. A) NIAT SHOLAT KARENA ALLOOH, DIDALAM HATI: Adapun berkaitan dengan masalah Niat Sholat, maka sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 1, dari Shohabat ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى Artinya: “Sesungguhnya seluruh amalan itu (hendaknya) dibarengi oleh niat dan sesungguhnya setiap orang berhak mendapat dari apa yang diniatkannya.” Artinya setiap orang yang hendak sholat, usahakan membarengkan niat sholatnya dengan awal sholatnya; dalam hal ini Takbiirotul Ihroom. Dan tidak perlu melafadzkan “Usholli….” melalui mulutnya, akan tetapi niat tersebut cukup digerakkan dan disengajakan oleh hatinya bahwa dia akan sholat. B) MENGANGKAT KEDUA TANGAN: Mengangkat kedua tangan saat Takbiirotul Ihroom dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 753 dan Imaam At Turmudzy no: 240, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ فِى الصَّلاَةِ رَفَعَ يَدَيْهِ مَدًّا Artinya: “Bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم jika memasuki sholat, maka beliau صلى الله عليه وسلم mengangkat kedua tangannya sembari menjulurkannya.” 3.2. Adapun posisi tangan saat Takbiirotul Ihrom, bisa dengan 2 pilihan cara: C) MENGANGKAT KEDUA TANGAN HINGGA UJUNG JARI SEJAJAR BAHU: Adapun posisi kedua tangan tersebut sejajar dengan bahu adalah dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 722, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى تَكُونَ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ Artinya: “Adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم jika berdiri sholat, beliau صلى الله عليه وسلم mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya.” Juga beliau رضي الله عنه berkata, رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا افْتَتَحَ الصَّلاَةَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِىَ مَنْكِبَيْهِ وَقَبْلَ أَنْ يَرْكَعَ وَإِذَا رَفَعَ مِنَ الرُّكُوعِ وَلاَ يَرْفَعُهُمَا بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ Artinya: “Aku melihat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم apabila membuka sholat, maka beliau صلى الله عليه وسلم mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya, dan ketika akan ruku,’ dan ketika bangun dari ruku’. Tetapi tidak mengangkat kedua tangannya diantara dua sujud.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 390, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه) D) MENGANGKAT KEDUA TANGAN HINGGA UJUNG JARI SEJAJAR KEDUA DAUN TELINGA: Akan tetapi terdapat Hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Al Jaruud dalam Kitab “Al Muntaqo” no: 202, dari Waa’il bin Hujr رضي الله عنه. Bahwa beliau berkata: لأنظرن الى صلاة رسول الله صلى الله عليه و سلم قال فلما افتتح الصلاة كبر ورفع يديه فرأيت إبهاميه قريبا من أذنيهوَذَكَرَ الْحَدِيثَ ، فَسَجَدَ فَوَضَعَ رَأْسَهُ بَيْنَ يَدَيْهِ عَلَى مِثْلِ مِقْدَارِهِمَا حِينَ افْتَتَحَ الصَّلاَةَ Artinya: “Sungguh aku melihat Sholat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dimana ketika beliau صلى الله عليه وسلم membuka sholat, beliauصلى الله عليه وسلم bertakbir dan mengangkat kedua tangannya sehingga aku lihat kedua ibu jarinya dekat dengan kedua telinganya.” Dan juga sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 18869, dari Shohabat Waa’il bin Hujr رضي الله عنه, dishohiihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arna’uuth, bahwa beliau رضي الله عنه melihat: رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم يرفع يديه حين افتتح الصلاة حتى حاذت إبهامه شحمة أذنيه Artinya: “Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengangkat kedua tangannya ketika membuka sholat sehingga kedua ibu jarinya sejajar dengan daun kedua telinganya.” Jadi ada 2 pilihan bagi posisi mengangkat tangan tersebut, boleh sejajar dengan bahu, dan boleh pula sejajar dengan kedua daun telinga. 3.3. Posisi jari-jemari tangan tidak rapat dan tidak terlalu renggang (biasa saja). 3.4. Hadapkan telapak tangan kearah Kiblat. 3.5. Posisi tangan setelah Takbiirotul Ihroom : A) MELETAKKAN TANGAN KANAN DIATAS TANGAN KIRI, DIATAS DADA Setelah Takbir “Alloohu Akbar” usai, letakkanlah tangan kanan diatas tangan kiri, diatas dada. Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Ibnu Hudzaimah no: 479, dari Shohabat Waa’il bin Hujr رضي الله عنه, berikut ini: صليت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ووضع يده اليمنى على يده اليسرى على صدره Artinya: “Aku sholat bersama Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan beliau meletakkan tangan kanannya diatas tangan kirinya DIATAS DADANYA.” B) 3 POSISI PELETAKAN TANGAN KANAN DIATAS TANGAN KIRI Hal ini dilakukan dengan 3 pilihan cara, sesuai dengan kondisi kepadatan jama’ah sholat, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 727 dan Imaam Ahmad no: 18890, dari Shohabat Waa’il bin Hujr رضي الله عنه berikut ini: ثم وضع يده اليمنى على كفه اليسرى والرسغ والساعد Artinya: “… Kemudian beliau (Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم) meletakkan tangan kanannya diatas punggung telapak tangan kirinya dan atau pada pergelangan tangan kirinya dan atau pada punggung tangan kirinya…” Bahkan terdapat dalam riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 740 dari Sahl bin Sa’adرضي الله عنه bahwa beliau رضي الله عنه berkata, كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ الْيَدَ الْيُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ الْيُسْرَى فِي الصَّلاَةِ Artinya: “Adalah orang-orang diperintahkan agar meletakkan tangan kanannya diatas siku tangan kirinya dalam sholat…” Adapun meletakkan kedua tangan dibawah dada (di pusar / di pinggang sebelah kiri), maka semua itu adalah Haditsnya LEMAH. B-1. Posisi telapak tangan kanan diatas telapak tangan kiri, saat sholat sendirian atau kondisi jamaah sholat longgar. B-2. Posisi telapak tangan kanan menggenggam pergelangan tangan kiri, saat kondisi jamaah sholat agak padat. B-3. Posisi telapak tangan kanan menggenggam punggung tangan kiri, saat kondisi jamaah sholat padat. 3.6. Tujukan pandangan mata kearah tempat sujud. Dan dilarang pandangan mata bergentayangan keatas – kebawah – kekiri dan kekanan. ARAH MATA SAAT SHOLAT : Imaam Muhammad bin Siriin رحمه الله berkata, “Para Shohabat mengangkat pandangan mereka ke langit dalam sholat. Akan tetapi ketika ayat ini (QS Al Mu’minuun (23) ayat 1-2) turun, maka mereka menundukkan pandangan mereka ke tempat sujud mereka.” (Tafsiir Imaam Ibnu Katsiir Jilid 5 halaman 461) Berikut ini adalah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Mu’minuun (23) ayat 1-2 tersebut : قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ﴿١﴾ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ ﴿٢﴾ Artinya: (1) “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (2) (yaitu) orang-orang yang khusyu` dalam sholatnya.” Dan sebagaimana terdapat keterangan dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها bahwa sebagaimana diriwayatkan oleh Imaam Al Haakim dalam Kitab “Al Mustadrok” no: 1761 dan kata beliau keterangan itu disebutnya sebagai Hadits yang Shohiih, memenuhi syarat Imaam Al Bukhoory dan Al Imaam Muslim, hanya saja mereka tidak mengeluarkannya; juga diriwayatkan oleh Al Imaam Al Baihaqy dalam “As Sunnan Al Kubro” no: 9726, dan syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam “Sifat Sholat Nabi” Jilid 1 halaman 232 menyetujui penshohiihan keduanya. Bahwa ‘Aa’isyah رضي الله عنها mengagumi seorang Muslim ketika masuk Ka’bah mengangkat pandangannya kearah atap Ka’bah, berdoa sebagai bentuk pengagungan terhadap Allooh سبحانه وتعالى, lalu ketika itu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم masuk, sedangkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak meninggalkan pandangannya dari tempat sujudnya sehingga dia keluar dari Ka’bah. Syaikh Al ‘Utsaimiin رحمه الله menjelaskan dalam Syarah beliau terhadap Kitab Zaadul Mustaqni’ Jilid 3 halaman 15, bahwa mengarahkan pandangan kearah tempat sujud adalah menjadi sikap kebanyakan ahlul ‘Ilmu.

4. RUKUU’

Adapun ketika rukuu’, maka ikutilah tuntunan gerakan tangan dan tubuh sebagaimana berikut ini: A) GERAKAN TANGAN KETIKA RUKUU’ Mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahu, ketika bertakbir untuk rukuu’ dan ketika bangun dari rukuu’ adalah dijelaskan di dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 735 dan Imaam An Nasaa’I no: 1059, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه, bahwa: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إِذَا افْتَتَحَ الصَّلَاةَ وَإِذَا كَبَّرَ لِلرُّكُوعِ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ رَفَعَهُمَا Artinya: “Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya ketika memulai sholat dan ketika bertakbir untuk rukuu’ dan ketika beliau صلى الله عليه وسلم bangun dari rukuu’.” B) LETAK TANGAN DISAAT RUKUU’ Posisi jari-jari tangan setelahnya adalah berada di lutut (bukan di paha, dan bukan di betis) Meletakkan kedua tangan tersebut diatas lutut tersebut adalah sesuai dengan Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 747, dan dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه, beliau berkata: عَلَّمَنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الصَّلاَةَ فَكَبَّرَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ فَلَمَّا رَكَعَ طَبَّقَ يَدَيْهِ بَيْنَ رُكْبَتَيْهِ قَالَ فَبَلَغَ ذَلِكَ سَعْدًا فَقَالَ صَدَقَ أَخِى قَدْ كُنَّا نَفْعَلُ هَذَا ثُمَّ أُمِرْنَا بِهَذَا يَعْنِى الإِمْسَاكَ عَلَى الرُّكْبَتَيْنِ Artinya: “Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengajari kami sholat, lalu beliau صلى الله عليه وسلم bertakbir dan mengangkat kedua tangannya, dan ketika rukuu’ beliau صلى الله عليه وسلم meletakkan kedua tangannya diatas lututnya.” Dimana yang demikian itu dibenarkan oleh Sa’ad رضي الله عنه, dengan mengatakan, “Kami mengerjakan ini, kemudian kami diperintahkan dengan ini, yaitu memegang kedua lutut.” C) KEADAAN TUBUH PADA SAAT RUKUU’ - Punggung harus rata - Kepala tidak mendongak keatas dan tidak menunduk kebawah, melainkan harus lurus. Hal ini adalah dijelaskan dalam dalil-dalil berikut ini: Gerakan tubuh ketika rukuu’ adalah sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 1138, dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, bahwa beliau رضي الله عنها berkata: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَسْتَفْتِحُ الصَّلاَةَ بِالتَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةَ بِ (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) وَكَانَ إِذَا رَكَعَ لَمْ يُشْخِصْ رَأْسَهُ وَلَمْ يُصَوِّبْهُ وَلِكَنْ بَيْنَ ذَلِكَ وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِىَ قَائِمًا وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ السَّجْدَةِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِىَ جَالِسًا وَكَانَ يَقُولُ فِى كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى وَكَانَ يَنْهَى عَنْ عُقْبَةِ الشَّيْطَانِ وَيَنْهَى أَنْ يَفْتَرِشَ الرَّجُلُ ذِرَاعَيْهِ افْتِرَاشَ السَّبُعِ وَكَانَ يَخْتِمُ الصَّلاَةَ بِالتَّسْلِيمِ Artinya: “Adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم membuka sholat dengan Takbir dan membuka bacaan dengan “Alhamdulillaahirrobbil ‘aalamiin”. Dan jika beliau صلى الله عليه وسلم rukuu’, beliau صلى الله عليه وسلم tidak menengadahkan kepalanya keatas, akan tetapi tidak juga menundukkannya, tetapi diantara keduanya (rata). Dan jika beliau صلى الله عليه وسلمbangun dari rukuu’, beliau صلى الله عليه وسلم tidak langsung bersujud sehingga berdiri tegak terlebih dahulu. Dan apabila beliau صلى الله عليه وسلم mengangkat kepalanya dari sujud, belum sujud lagi sehingga duduk dengan lurus. Dan beliau صلى الله عليه وسلم pada setiap dua rokaat membaca Tahhiyyat dimana beliau menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya. Dan beliau صلى الله عليه وسلم melarang dari duduk syaithoon. Dan melarang seseorang menghamparkan kedua sikunya sebagaiman terkaman binatang buas. Dan beliau صلى الله عليه وسلم menutup sholatnya dengan Salam.” Dan beliau صلى الله عليه وسلم meratakan punggungnya pada saat rukuu’. Hal ini sebagaimana terdapat Hadits diriwayatkan oleh Imaam Ibnu Maajah no: 872, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dari Waabishoh bin Ma’bad رضي الله عنه, bahwa beliau berkata: رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم يصلي . فكان إذا ركع سوى ظهره حتى لو صب عليه الماء لاستقر Artinya: “Aku melihat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sholat, beliau صلى الله عليه وسلم meratakan punggungnya sehingga kalau ditumpahkan air niscaya air tersebut tidak tumpah.” D) LAMANYA RUKUU’ Sedangkan lamanya seseorang rukuu’ adalah dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 1085, dari Baroo’ bin ‘Aazib رضي الله عنه, beliau berkata: رَمَقْتُ الصَّلاَةَ مَعَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم فَوَجَدْتُ قِيَامَهُ فَرَكْعَتَهُ فَاعْتِدَالَهُ بَعْدَ رُكُوعِهِ فَسَجْدَتَهُ فَجَلْسَتَهُ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ فَسَجْدَتَهُ فَجَلْسَتَهُ مَا بَيْنَ التَّسْلِيمِ وَالاِنْصِرَافِ قَرِيبًا مِنَ السَّوَاءِ Artinya: “Aku sholat bersama Muhammad صلى الله عليه وسلم lalu aku dapati berdirinya, rukuu’nya, i’tidaal-nya setelah rukuu’, dan sujudnya, dan duduknya diantara dua sujud, dan sujudnya dan duduknya diantara Salam dan berpaling; adalah mendekati sama (lamanya).”

5. I’TIDAAL

Jika kita selesai melaksanakan rukuu’ sebagaimana penjelasan diatas, maka gerakan berikutnya adalah I’tidaal; yaitu gerakan yang dilakukan antara rukuu’ dan sujud. Dimana kita bangun dari rukuu’, kemudian berdiri tegak lurus sejenak, kemudian berikutnya sujud. Hal ini sebagaimana kita dapati Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم melaksanakan dan mencontohkannya sebagai berikut: 5.1. PERINTAH UNTUK BERDIRI TEGAK LURUS SAAT I’TIDAAL Meluruskan seluruh sendi tubuh, terutama punggung ke tempat semula, sehingga kita berada dalam posisi berdiri tegak. Hal ini ditegaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Ahmad no: 10812, dan Syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth meng-Hasankannya. Bahkan Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Kitab “Shohiih At Targhiib wat Tarhiib” no: 531 mengatakan Hadits ini Shohiih Lighoirihi, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: لا ينظر الله إلى صلاة رجل لا يقيم صلبه بين ركوعه وسجوده Artinya: “Allooh tidak akan memandang pada sholat seseorang yang tidak menegakkan tulang rusuknya antara rukuu’-nya dan sujud-nya.” 5.2. POSISI BADAN TEGAK LURUS SAAT I’TIDAAL Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 498 dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها bahwa: وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِىَ قَائِمًا Artinya: “Adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم apabila mengangkat kepalanya dari rukuu’, tidak bersujud sehingga berposisi berdiri tegak lurus.” Bahkan lebih jelas lagi adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Imaam Al Bukhoory dalam Shohiih-nya no: 828, dimana para Shohabat menggambarkan bahwa: وَإِذَا رَكَعَ أَمْكَنَ يَدَيْهِ مِنْ رُكْبَتَيْهِ ثُمَّ هَصَرَ ظَهْرَهُ فَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ اسْتَوَى حَتَّى يَعُودَ كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ Artinya: “Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم apabila rukuu’ maka kedua tangan beliau صلى الله عليه وسلمmenggenggam kedua lutut, kemudian meluruskan punggungnya dan apabila mengangkat kepalanya dari rukuu’ beliau صلى الله عليه وسلم berdiri tegak sehingga setiap sendi kembali ke tempat semula.” 5.3. THUMA’NINAH DALAM I’TIDAAL Thuma’ninah artinya berhenti sejenak (sejenak itu adalah lama waktunya sekedar seorang mengucapkan satu kali tasbih), antara satu gerakan ke gerakan yang lainnya. Dimana thuma’ninah ini dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 6667 dan Al Imaam Muslim no: 397, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا Artinya: “Kemudian rukuu’-lah kamu sehingga thuma’ninah dalam keadaan rukuu’; kemudian bangkitlah kamu dari rukuu’ sehingga kamu I’tidaal dalam keadaan berdiri thuma’ninah, kemudian sujudlah sehingga kamu sujud dalam keadaan thuma’ninah.” 5.4. POSISI TANGAN SAAT I’TIDAAL Tentang posisi tangan pada saat I’tidaal yang tepat adalah kembali meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri diatas dada (dengan 3 pilihan posisi sebagaimana telah dijelaskan diatas dalam masalah posisi tangan setelah takbiirotul ihroom). a) Posisi telapak tangan kanan diatas telapak tangan kiri, saat sholat sendirian atau kondisi jamaah sholat longgar. b) Posisi telapak tangan kanan menggenggam pergelangan tangan kiri, saat kondisi jamaah sholat agak padat. c) Posisi telapak tangan kanan menggenggam punggung tangan kiri, saat kondisi jamaah sholat padat. Adapun yang menjadi dalil terhadap hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Al Imaam Al Bukhoory dalam Shohiih-nya no: 740, dari salah seorang Shohabat bernama Sahl bin Sa’ad رضي الله عنه, beliau berkata: كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ الْيَدَ الْيُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ الْيُسْرَى فِي الصَّلاَةِ Artinya: “Adalah orang-orang (para Shohabat) diperintahkan (– tentunya oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم – pen.) agar seseorang meletakkan tangan kanannya diatas siku kirinya dalam sholat.” Hal ini tidak aneh, karena posisi tangan dalam sholat adalah asal muasalnya seperti ini, sebagaimana telah terdahulu penjelasannya. Ketika kita merubah posisi tangan kita, itu adalah disebabkan adanya dalil yang menyebabkan kita mengikuti tuntunannya, seperti saat rukuu’ dimana kedua tangan kita itu di lutut; dan ketika sujud maka kedua tangan kita itu menapak ke tanah; dan ketika duduk antara dua sujud; juga tasyahhud maka tangan kita itu diatas paha.

6. SUJUD

6.1. URUTAN GERAK MENUJU SUJUD A) MENGANGKAT KEDUA TANGAN, SEBAGAIMANA GERAKAN TAKBIIROTUL IHROOM Kemudian apabila seorang Muslim hendak bergerak menuju sujud maka ia mengangkat kedua tangan terlebih dahulu sebagaimana gerakan takbiirotul ihroom yang dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 390, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه berikut ini bahwa beliau berkata: إِذَا افْتَتَحَ الصَّلاَةَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِىَ مَنْكِبَيْهِ وَقَبْلَ أَنْ يَرْكَعَ وَإِذَا رَفَعَ مِنَ الرُّكُوعِ وَلاَ يَرْفَعُهُمَا بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ Artinya: “Aku melihat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم apabila membuka sholat, maka beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya, dan ketika akan ruku,’ dan ketika bangun dari ruku’. Tetapi tidak mengangkat kedua tangannya diantara dua sujud.” B) BERGERAK TURUN MENUJU SUJUD Dan mengucapkan “Alloohu Akbar” ketika ia turun menuju sujud, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 803 dan Al Imaam Muslim no: 392, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم : ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ حِينَ يَهْوِي سَاجِدًا Artinya: “Mengatakan “Alloohu Akbar” ketika turun menuju Sujud.” C) MELETAKKAN TANGAN TERLEBIH DAHULU SEBELUM LUTUT Ketika hendak sujud maka letakkanlah tangan terlebih dahulu sebelum lutut, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Abu Daawud no: 840, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, beliau berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيرُ وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ Artinya: “Jika seorang dari kalian sujud maka janganlah kalian turun merunduk sebagaimana apa yang dilakukan oleh onta, akan tetapi letakkanlah kedua tangan sebelum kedua lutut.” Adapun Hadits yang menyatakan hendaknya kedua lutut terlebih dahulu daripada kedua tangannya, maka Hadits itu tergolong Hadits yang lemah (dho’iif), sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imaam Abu Daawud no: 838, Al Imaam At Turmudzy no: 268 dan Al Imaam Ibnu Maajah no: 882 dan Al Imaam An Nasaa’i no: 1089, sebagaimana hal ini telah dinyatakan ke-dho’iif-annya oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany. Yaitu melalui Waa’il bin Hujr رضي الله عنه, beliau berkata: رَأَيْتُ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم إِذَا سَجَدَ وَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ Artinya: “Aku melihat Nabi صلى الله عليه وسلم apabila beliau sujud, maka beliau صلى الله عليه وسلم meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya. Dan apabila bangun, maka beliauصلى الله عليه وسلم mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya.” Walaupun demikian, Ibnu Taimiyyah رحمه الله dalam Kitab “Majmu Al Fatawa” Jilid 22 halaman 449, berkata: “Adapun sholat dengan kedua cara ini (mendahulukan kedua tangan sebelum kedua lutut atau kedua lutut sebelum kedua tangan – pen.) adalah dibolehkan sesuai dengan apa yang disepakati para ‘Ulama, yaitu jika orang yang sholat mau, maka dia boleh meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya. Dan jika dia mau maka dia boleh meletakkan kedua tangannya kemudian kedua lututnya. Dan sholatnya sah dalam kedua keadaan ini, sesuai dengan kesepakatan para ‘Ulama.” Sikap ini juga menjadi sikap yang diambil oleh Syaik ‘Abdul Aziiz bin Baaz dan Syaikh ‘Utsaimiin رحمهما الله. D) IMAAM TERLEBIH DAHULU, BARU MA’MUM Sebagai suatu catatan yang harus diperhatikan terutama ketika seseorang berposisi sebagai makmum adalah membiarkan Imaam sujud terlebih dahulu baru kemudian setelah itu makmum turun untuk sujud. Hal ini sebagaimana terdapat dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 690 dan Al Imaam Muslim no: 474, dari riwayat Al Baroo’ bin Al ‘Aazib رضي الله عنه, bahwa: إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ لَمْ يَحْنِ أَحَدٌ مِنَّا ظَهْرَهُ حَتَّى يَقَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم سَاجِدًا ثُمَّ نَقَعُ سُجُودًا بَعْدَهُ Artinya: “Apabila beliau (Nabi) صلى الله عليه وسلم mengatakan “Sami Alloohu liman hamidah” maka tidak seorangpun dari kami mencondongkan punggungnya sehingga Nabi صلى الله عليه وسلم sujud terlebih dahulu, baru kemudian kami bersujud setelahnya.” E) POSISI TUBUH SAAT SUJUD - Dahi bersamaan satu paket dengan ujung hidung, ditempelkan ke tempat sujud - Telapak kaki belakang merapat dan tegak lurus - Paha lurus, tidak berhimpit dengan betis ataupun perut - Posisi tangan merenggang, jika memungkinkan. Tangan merenggang dari dada, telapak tangan sejajar seperti posisi jari-jemari saat sedang TakbiIrotul Ihroom. Dan jari jemari tidaklah merapat, dan tidak pula sangat merenggang. Posisi tubuh saat sujud tersebut adalah sebagaimana dalil-dalil berikut ini: E-1) DIATAS 7 (TUJUH) ANGGOTA BADAN Hal ini adalah dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 815 dan Al Imaam Muslim no: 490, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Abbas رضي الله عنه, beliau berkata: أُمِرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ ، وَلاَ يَكُفَّ ثَوْبَهُ ، وَلاَ شَعَرَهُ Artinya: “Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم diperintahkan untuk sujud diatas 7 (tujuh) tulang dan tidak menyingkap bajunya dan rambutnya.” E-2) KEPALA DIANTARA KEDUA TELAPAK TANGANNYA Ketika sujud maka hendaknya seorang Muslim meletakkan kepala diantara kedua telapak tangannya, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 401 dari Shohabat Wa’il bin Hujr رضي الله عنه, dimana dijelaskan bahwa: فَلَمَّا سَجَدَ سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِ Artinya: “Ketika beliau (Nabi) صلى الله عليه وسلم bersujud, beliau صلى الله عليه وسلم bersujud diantara kedua telapak tangannya.” E-3) MERENGGANGKAN JARI DAN LENGAN Adapun keadaan kedua tangan saat sujud dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 390 dan Al Imaam Muslim no: 495, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Maalik bin Buhainah رضي الله عنه, bahwa: أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا صَلَّى فَرَّجَ بَيْنَ يَدَيْهِ حَتَّى يَبْدُوَ بَيَاضُ إِبْطَيْهِ Artinya: “Nabiصلى الله عليه وسلمjika sholat, merenggangkan kedua tangannya hingga nampak putih ketiaknya.” E-4) TEGAP DAN TIDAK MALAS Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 822 dan Imaam Muslim no: 493, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: اعْتَدِلُوا فِي السُّجُودِ ، وَلاَ يَبْسُطْ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ Artinya: “Luruslah kalian dalam sujud dan jangan lah seorang dari kalian menghamparkan kedua sikunya seperti anjing.” Kemudian dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 494, dari Al Baroo’ bin Al Azib رضي الله عنه, beliau berkata, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: إذا سجدت فضع كفيك وارفع مرفقيك Artinya: “Jika kamu sujud maka letakkanlah kedua telapak tanganmu dan angkat kedua sikumu.” Juga dalam Hadits Riwayat Al Imaam An Nasaa’i dalam As Sunnan Al Kubro no: 688 melalui Shohabat Abu Humaid As Saa’idy رضي الله عنه, berkata: كان النبي صلى الله عليه و سلم إذا هوى إلى الأرض ساجدا جافى عضديه عن أبطيه وفتح أصابع رجليه Artinya: “Adalah Nabi صلى الله عليه وسلم jika turun ke tanah menuju sujud maka beliau merenggangkan kedua lengan tangannya dari dua ketiaknya. Dan membuka jari kedua kakinya.” E-5) KEDUA TUMIT RAPAT Hal ini dijelaskan melalui apa yang terjadi pada ‘Aa’isyah رضي الله عنها, sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imaam Muslim dalam Shohiih-nya no: 486, dimana ketika beliau رضي الله عنها terbangun di malam hari lalu mencari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (dalam keadaan gelap), maka ‘Aa’isyah رضي الله عنها berkata: فَوَقَعَتْ يَدِى عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِى الْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ Artinya: “Maka tanganku tiba-tiba menyentuh pada kedua telapak kaki Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Beliau صلى الله عليه وسلم sedang di masjid, dan kedua telapak kaki beliau صلى الله عليه وسلم itu tegak berdiri (dalam keadaan rapat).” Hal serupa dikuatkan oleh riwayat lain sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imaam Hakim dalam Kitab Al Mustadrok no: 832, dimana beliau mengatakan, “Hadits ini Shohiih memenuhi syarat Shohiih Imaam Al Bukhoory dan Al Imaam Muslim, tetapi keduanya tidak mengeluarkannya dengan redaksi ini; dan saya tidak tahu seorangpun yang menyebutkan penggabungan kedua tumit dalam sujud, selain dalam Hadits ini.” Juga Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imaam Ibnu Huzaimah dalam Shohiih-nya no: 654, dan Syaikh Al A’dzomy mengatakan Sanadnya Shohiih. Bahwa ‘Aa’isyah رضي الله عنها berkata: فَقَدْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَعِي عَلَى فِرَاشِي فَوَجَدْتُهُ سَاجِدًا رَاصًّا عَقِبَيْهِ ، مُسْتَقْبِلاً بِأَطْرَافِ أَصَابِعِهِ الْقِبْلَةَ Artinya: “Suatu malam aku kehilangan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, padahal semula beliau صلى الله عليه وسلم seranjang denganku. Tiba-tiba aku temui beliau صلى الله عليه وسلمdalam keadaan sujud, merapatkan kedua tumit kakinya, menghadapkan jari-jemari kakinya kearah Kiblat.”